Sabtu, 20 Juni 2009

KK - Kartu Keluarga

Perubahan Data Kartu Keluarga di DKI

Kartu keluarga (KK) merupakan kartu identitas keluarga yang memuat data susunan, hubungan, dan jumlah anggota keluarga. KK wajib dimiliki setiap keluarga. KK dicetak rangkap tiga yang dipegang kepala keluarga, ketua RT, dan kantor kelurahan.

Perubahan Data

Setiap terjadi perubahan data dalam KK seperti kelahiran, kematian, dan kepindahan, kepala keluarga wajib melaporkan ke kelurahan selambat-lambatnya 14 hari kerja. Ketika melaporkan perubahan ke kantor kelurahan, warga membawa dua lembar KK yang disimpan kepala keluarga dan ketua RT. Jika memenuhi syarat tersebut, kelurahan dapat segera menerbitkan KK baru.

Kepindahan

Apabila satu keluarga pindah ke tempat lain, KK yang disimpan kepala keluarga dan ketua RT diserahkan kepada lurah. Di tempat tinggal yang baru, berdasarkan surat keterangan pindah, lurah akan memberi KK yang baru.

Lokasi pelayanan : kantor kelurahan

Waktu pelayanan : satu hari

Tarif : gratis

Persyaratan Pembuatan KK

Untuk membuat KK, Anda harus melengkapi syarat-syarat berikut:

1. Surat pengantar dari RT/RW

2. KK lama

3. Surat nikah atau akta cerai bagi yang membuat KK karena perkawinan/perceraian

4. Surat keterangan lahir/akta kelahiran

5. Surat pengangkatan anak

6. Surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SKBRI)

7. Surat keterangan pendaftaran penduduk tetap bagi WNA

8. Surat keterangan pelaporan pendatang baru (SKPPB) bagi pendatang dari luar DKI Jakarta

9. Surat keterangan pindah bagi penduduk yang pindah antarkelurahan dalam wilayah DKI Jakarta

Perhatian

KK adalah dokumen milik Pemprov DKI dan karena itu tidak boleh mencoret, mengubah, mengganti, menambah isi data yang tercantum di dalam KK. Setiap terjadi perubahan karena mutasi data dan mutasi biodata wajib dilaporkan kepada lurah dan akan diterbitkan KK yang baru. Pendatang baru yang belum mendaftarkan diri atau belum berstatus penduduk DKI Jakarta, nama dan identitasnya tidak boleh dicantumkan dalam KK.

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta
Akta Kelahiran

MENJAWAB keluhan pembaca yang harus berbulan-bulan mengurus akta kelahiran karena petugas di lapangan mengajukan alasan macam-macam (Media Indonesia, 4/2), inilah syarat yang harus dilengkapi.

Lokasi pelayanan : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota madya

Waktu pelayanan : 1 hari kerja

Tarif : Rp5.000

Persyaratan:

1. Surat keterangan kelahiran dari rumah sakit/dokter/bidan atau pilot maupun nakhoda jika anak dilahirkan di pesawat atau kapal laut.

2. Surat tanda bukti perkawinan orang tua atau surat nikah.

3. Surat keterangan kelahiran dari lurah.

4. Fotokopi kartu keluarga/kartu tanda penduduk yang dilegalisasi lurah.

Jenis Akta Kelahiran

Akta kelahiran digolongkan menurut jarak waktu pelaporan dengan kelahiran. Ada tiga jenis akta kelahiran:

1. Akta kelahiran umum, yaitu akta yang dibuat berdasarkan laporan kelahiran dan disampaikan dalam batas waktu selambat-lambatnya 60 hari kerja bagi WNI dan 10 hari kerja bagi WNA sejak tanggal kelahiran bayi.

2. Akta kelahiran istimewa merupakan akta yang dibuat berdasarkan laporan kelahiran yang telah melampaui batas waktu 60 hari kerja bagi WNI dan 10 hari kerja bagi WNA sejak tanggal kelahiran bayi.

Akta kelahiran dispensasi, yakni akta yang dibuat berdasarkan program pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi mereka yang lahir sampai dengan tanggal 31 Desember 1985 dan terlambat pendaftaran/pencatatan kelahirannya.


Alamat Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil:

* Jakarta Pusat Jakarta Utara, Jalan Tanah Abang I Jalan Berdikari No 2
* Jakarta Barat Jakarta Selatan, Jalan Meruya (samping Makro) Jalan Radio V No 1
* Jakarta Timur, Jalan Cipinang Baru Raya No 16

Akta kelahiran adalah akta catatan sipil hasil pencatatan peristiwa kelahiran seseorang. Sangat disarankan mengurus akta kelahiran sesegera mungkin setelah bayi dilahirkan karena akan sangat diperlukan untuk kepentingan pendidikan dan kependudukan.

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta

Aturan Pencatatan Sipil

PERATURAN TENTANG PENYELENGGARAAN DAFTAR-DAFTAR CATATAN SIPIL UNTUK BEBERAPA GOLONGAN PENDUDUK INDONESIA

JANG TIDAK TERMASUK DALAM KAULA-KAULA

DAERAH SWAPRAJA DI JAWA DAN MADURA

(Reglement op het houden van de registers van de Burgelijken Stand voor eenige groepen van de niet tot de onderhoorigen van een Zelfbestuur behoorende Ind. Bevolking van Java en Madura)

(Ord. 15 Okt. 1920) S. 1920-751 jo. 1927-564. (mb. I Jan. 1928)

Dalam S. 1927-564, kelima (mb. 1 Jan. 1928) dengan perubahan keputusan dalam S. 1923-526, ditentukan, bahwa wewenang yang diberikan kepada kepala-kepala Pemerintahan Daerah untuk memberikan izin perubahan nama dan untuk menandatangani akta-akta daripada itu yang harus diberikan kepada pejabat-pejabat dan pegawai-pegawai negeri di Indonesia yang masih dalam dinas atau yang telah pensiun, tidak meliputi kaula-kaula negara golongan Indonesia yang memakai nama keturunan yang tercantum dalam akta penerimaan nama ataupun akta kelahiran.

PENGUPAHAN PEGAWAI-PEGAWAI CATATAN SIPIL UNTUK PENDUDUK INDONESIA

DAN UNTUK ORANG-ORANG INDONESIA-KRISTEN

Dalam S. 1932-461 yang s.d. u. dg. S. 1936-608, mb, 1 Jan. 1937 telah ditentukan:

I. Kepada pegawai-pegawai biasa dan luar biasa catatan sipil untuk beberapa golongan penduduk Indonesia yang tidak termasuk kaula daerah Swapraja di Jawa dan Madura dan untuk orang-orang Indonesia-Kristen di Jawa dan Madura, di bagian residensi Manado yang dikenal dengan nama Minahasa dan di onderafafdeling Ambon di Karesidenan Maluku, diberikan upah dari kas Negara sebesar f 1,- (satu gulden) untuk tiap-tiap akta yang mereka buat atau bukukan berdasarkan peraturan ini dan Reglemen catatan sipil untuk orang-orang “IndonesiaKristen” (S. 1933-75), dengan pengertian, bahwa untuk akta-akta yang dibuat atau dibukukan dalam satu kantor selama satu tahun tidak dikeluarkan lebih dari jumlah f5O,- (lima puluh gulden) untuk akta-akta perkawinan orang-orang Indonesia-Kristen dan f 250,-.(dua ratus lima putuh gulden) untuk lain-lain akta seluruhnya.

II. Pembayaran upah yang dimaksud dalam I akan dilakukan tiap tahun setelah daftar-daftar catatan sipil sesuai dengan pasal 15 ayat (1) peraturan ini atau dalam S. 1933 No. 75 pasal 17 ayat (1) telah ditutup.

Instruksi untuk Inspektur Catatan Sipil Penduduk Indonesia dalam Bb. 11545.

Bagian 1. Daftar-daftar Catatan Sipil Pada Umumnya.

Pas. 1.

(1) (s.d.u. dg. S. 1933-76jo. S. 1936-607.) Di Jawa dan Madura ada daftar-daftar untuk pencatatan kelahiran dan kematian untuk golongan-golongan berikut yang dapat disebut orang-orang Indonesia asli sejauh mereka tidak menganut agama Kristen:

a. orang-orang yang berhak untuk memakai salah satu gelar dan predikat-predikat kebangsawanan Indonesia yang diakui, kecuali mereka yang hanya memakai predikat "Mas" saja;

b. pegawai-pegawai negeri sipil dengan gaji paling sedikit f 100,- per bulan, juga setelah mereka dipensiun;

c. perwira-perwira tentara, juga setelah mereka dipensiun;

d. semua orang, yang berdasarkan Keputusan Raja tgl. 15 Sept. 1916 No. 26 (S. 1917-12.) yang untuk sebagian tunduk atau menundukkan diri kepada hukum perdata Eropa;

e. keturunan orang-orang yang disebut dalam huruf a, b, c dan d dalam garis laki-laki.

(2) Bila dikehendaki, orang-orang yang disebut dalam ayat pertama huruf a harus menunjukkan hak yang dinyatakannya atas gelar atau predikat kebangsawanan kepada pegawai catatan sipil.

Pasal 2.

(1) (s.d.u. dg. S. 1927-563.) Daftar-daftar diselenggarakan oleh pegawai-pegawai catatan sipil, yang bertindak sebagai demikian di tanah-tanah gubernemen:

a. di kabupaten-kabupaten, di mana ditempatkan seorang sekretaris kabupaten, para sekretaris kabupaten;

b. di kabupaten-kabupaten, di mana belum ditempatkan sekretaris kabupaten, para mantri kabupaten.

(2) (s.du. dg. S. 1927-563.) Daerah jabatan pegawai-pegawai catatan sipil dalam tanah-tanah gubernemen meliputi, dengan tidak mengurangi spa yang ditentukan dalam pasal 3, seluruh kabupaten di mana mereka ditempatkan.

(3) Di daerah-daerah kerajaan oleh kepala pemerintahan daerah ditunjuk pegawai-pegawai negeri sebagai pegawai-pegawai catatan sipil dan resort-resort niereka ditentukan dengan memperhatikan, sejauh keadaan mengizinkan, asas-asas pasal ini dan pasal berikutnya. (S. 1928-241.)

Pasal 3.

(1) (s.d. u. dg. S. 1927-563.) Bila menurut pendapat kepala Pemerintahan Daerah kebutuhan beberapa golongan penduduk memerlukan, dengan surat keputusan kepala itu, menunjuk lagi beberapa pegawai negeri di samping yang dimaksud dalam pasal 2, sebagai pegawai catatan. sipil dan menetapkan daerah jabatan mereka.

(2) Pegawai-pegawai catatan sipil yang dimaksud dalam ayat yang talu bertugas di daerah jabatan mereka sebagai demikian untuk semua golongan penduduk Indonesia, yang mempunyai catatan sipil dan dengan menutup wewenang pegawai-pegawai catatan sipil yang dimaksud dalam pasal 2.

Pasal 4.

Kepala-kepala Pemerintahan Daerah akan menunjuk dengan surat keputusan pegawai-pegawai negeri yang dalam hal adanya kekosongan sementara atau terjadinya halangan pada pegawai-pegawai yang dinyatakan pada dua pasal yang lalu akan bertindak sebagai pegawai-pegawal catatan sipil luar biasa.

Pasal 5.

Kepala-kepala Pemerintahan Daerah akan mengirimkan salinan-salinan keputusan-keputusan yang dimaksud dalam kedua pasal yang lalu, demikian pula tanda-tanda-tangan para pegawai catatan sipil biasa dan luar biasa, kepada panitera pengadilan negeri yang di daerah hukumnya terletak tempat kedudukan pegawai catatan sipil biasa atau luar biasa, agar diletakkan dan disimpan di sana.

Pasal 6.

Ada tiga daftar catatan sipil yan.1 diselenggai-akan secara terpisah yaitu: (BS. 6)

10. daftar tentang kelahiran;

20. daftar tentang penerimzlan nama;

30. daftar tentang kematian.

Pasal 7.

(1) Daftar-daftar itu, kecuali tentang penerimaan nama, harus dibuat rangkap dua. (BS. 7.)

(2) Pembuatan akta-akta itu dilakukan dengan mengisi ruang-ruang kosong dari formulir-formulir yang dicetak untuk keperluan itu, sesuai ketentuan yang diberikan di sebelahnya. Dalam hal-hal yarig dimaksud pada pasal 44 dan 47 formulir itu diisi sebanyak mungkin dan di pinggir akta dicatat surat-surat atau lainnya yang menjadi dasar tentang hal-hal yang dinyatakan dalam formulir.

(3) Daftar-daftar itu dilengkapi blanko formulir-formulir yang tercetak menurut model-model yang ditetapkan oleh Directeur van Justitie (kini: Menteri Kehakiman-.).

(4) Di bawah pengawasan bupati, pegawai-pegawai catatai,. sipil meriyelesaikan pembuatan daftar-daftar yang diperlukan pada waktunya.

Pasal 8.

(s.d.u. dg. S. 1930-221) Lembaran pertama dan lembaran terakhir dari daftar-daftar yang diberi nomor unit harus diberi tanda tangan sebagai pengesahan oleh bupati yang di daerah jabatannya bertempat kedudukan pegawai catatan sipil, sedangkan lembaran-lembaran selebihnya harus diparaf olehnya.

Pasal 9.

Akta-akta catatan sipil dibuat dalam bahasa Indonesia dan ditulis dengan huruf Latin.

Pasal 10.

(1) Pegawai-pegawai catatin sipil berkewajiban untuk mempergunakan formulir-formulir itu menurut urutannya.

(2) Apa saja yang pada waktu pembuatan akta di dalamnya dicoret, ditulis antara kedua-duanya atau ditulis di pinggirnya, harus disetujui, dan seperti aktanya itu sendiri, harus ditandatangani, dengan pengertian bahwa tidak ada sesuatu pun yang boleh dinyatakan dengan singkatan atau dengan angka-angka. (BS. 9.)

(3) Setelah akta selesai tidak boleh diadakan perubahan spa pun kecuali berdasarkan putusan hakim untuk tujuan itu.

Pasal 11.

Pegawai-pegawai catatan sipil tidak diperkenankan -di dalam akta yang harus mereka buat, baik dalam tubuh akta-akta itu maupun dengan catatan-catatan pinggir atau penyisipan, mencantumkan sesuatu di luar apa yang sesuai dengan ordonansi ini harus diterangkan oleh pihak-pihak yang datang. (BS. 70.)

Pasal 12.

(1) Dalam akta-akta catatan sipil dinyatakan tahun, bulan dan hari pembukuan, demikian pula sedapat mungkin nama keturunan, nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal dari pihak-pihak yang menghadap maupun dari para saksi. (BS. 77.)

(2) (s.d.t. dg. S. 1933-76jo. S. 1936-607.) Bila umurnya tidak dapat diketahui dengan tepat, hal itu diperkirakan sedapat mungkin dan dinyatakan dalam akta.

Pasal 13.

(1) (s.d.u. dg. S. 1932-42; S. 1933-76jo. S. 1936-607.) Saksi-saksi yang datang pada waktu pembuatan akta-akta catatan sipil, dipilih oleh orang-orang yang berkepentingan sendiri; mereka harus penduduk Indonesia dan menurut pendapat pegawai catatan sipit telah mencapai umur dua puluh tahun penuh. (BS. 13.)

(2) Juga sanak saudara diperkenankan menjadi saksi.

Pasal 14.

(1) Pegawai catatan sipil membacakan akta-akta itu di hadapan pihak-pihak yang menghadap, demikian pula di hadapan para saksi.

(2) Bila salah seorang atau lebih dari pihak-pihak yang menghadap atau dari pada saksi tidak mengerti bahasa Melayu, terjemahan akta itu dikemukakan oleh pegawai catatan sipil. Bila pegawai itu tidak dapat melakukannya, maka terjemahan itu dilakukan, di mana perlu, oleh juru bahasa.

(3) Tiap-tiap akta harus ditandatangani oleh pegawai catatan sipil, pihak-pihak yang menghadap dan saksi-saksi. Bila salah satu pihak atau saksi tidak dapat menandatangani, harus disebutkan sebabnya dalam akta. (BS. 14.)

Pasal 15.

(1) Daftar-daftar ditutup oleh pegawai catatan sipil pada tiap-tiap akhir tahun.

(2) Satu dari rangkap dua daftar-daftar, yang diselenggarakan rangkap dua, dalam satu bulan setelah penutupan dipindahkan ke kepaniteraan pengadilan negeri untuk disimpan, dengan penerimaan kembali tanda terima tertulis, sedangkan rangkap yang lainnya tetap dalam penyimpanan di kantor pegawai catatan sipil.

(3) Daftar tentang penerimaan nama juga tetap disimpan di kantor pegawai catatan sipil.

(4) Di tempat-tempat, di mana kepaniteraan pengadilan negeri dan kantor pegawai catatan sipil berada dalam satu bangunan yang sama, daftar-daftar yang masuk sesuai dengan ayat yang lalu dalam kepaniteraan itu, segera setelah pembuatan berita acara, yang dimaksud dalam pasal 28, dipindahkan ke tempat penyimpanan lain di luar bangunan itu, yang ditunjuk oleh Kepala Pemerintahan Daerah.

Pasal 16.

Bila pada akhir tahun dalam suatu daftar tidak dibukukan satu akta pun, daftar demikian itu tetap ditangani sesuai dengan yang lalu. (BS. 19.)

Pasal 17.

(1) Dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan dalam dua pasal yang lalu, daftar-daftar catatan sipil tidak boleh dipindahkan tanpa perintah hakim.

(2) Bila hakim memerintahkan pemindahan daftar-daftar yang sedang berjalan, pegawai catatan sipil setelah menyampaikan perintah itu berkewajiban untuk segera melengkapi diri dengan daftar-daftar lanjutan. (BS. 20.)

Pasal 18.

(1) (s. d. u. dg. S. 1930-221.) Setelah pegawai catatan sipil mengusahakan penandatanganan sebagai pengesahan dan pemarafan daftar-daftar lanjutan menurut pasal 8, dia menutup daftar-daftar, yang pemindahannya diperintahkan, dengan menyebutkan alasan mengapa penutupan itu dilakukan sebelum akhir tahun, untuk kemudian segera memenuhi perintah hakim.

(2) Daftar-daftar lanjutan selalu dianggap dari semua segi sebagai satu kesatuan dengan daftar-daftar yang dilanjutkannya; penutupannya pada akhir tahun dilakukan juga seperti hanya ada satu daftar saja. (BS. 22.)

Pasal 19.

Bila persoalan yang harus dilayani oleh daftar-daftar itu telah selesai, hal itu akan dipindahkan dalam tempat penyimpanan yang ditunjuk dalam pasal 15. (BS. 22.)

Pasal 20.

(1) (s.d.u. dg. S. 1930-221.) Bila diperkirakan bahwa daftar-daftar yang sedang berjalan tidak akan memberi cukup tempat untuk membukukan akta-akta yang masih diharapkan selama tahun yarig sedang berjalan, pegawai catatan sipil berkewajiban tepat pada waktunya untuk melengkapi diri dengan daftar-daftar lanjutan, dan mengusahakan untuk pengesahannya dengan tanda tangan dan pemarafan menurut pasal 8.

(2) Ayat kedua pasal 18 juga berlaku terhadap daftar-daftar lanjutan ini. (BS. 23.)

Pasal 21.

Surat-surat kuasa dan surat-surat lainnya, yang dilampirkan pada akta-akta kelahiran dan kematian, tetap dilekatkan pada daftar-daftar yang dipindahkan di kepaniteraan pengadilan negeri. (BS. 24.)

Pasal 22.

(1) Setiap orang berwenang untuk minta diberi petikan-petikan dari daftar-daftar tersebut kepada juru simpan daftar-daftar catatan sipil, demikian pula dari surat-surat kuasa dan surat-surat lain yang dilampirkan pada akta-akta. Petikan-petikan itu, bila sesuai dengan daftar-daftar, dapat dipercaya sampai pada saat dinyatakan kepalsuannya, baik melalui jalan penuntutan pidana ataupun dengan cara seperti yang diatur pada ketentuan-ketentuan undang-undang hukum acara perdata. Legalisasi tanda tangan juru simpan daftardaftar catatan sipil pada surat-surat yang dikeluarkan olehnya sebagai juru simpan, dilakukan oleh ketua pengadilan negeri, bila hal itu dipersyaratkan atau dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan. (BS. 25.)

(2) (s.d. t. dg.. S. 1933-327jo. 338.) Salinan-salinan dari surat-surat kuasa dan surat-surat lain yang dilampirkan pada akta-akta yang diberikan untuk kepentingan dinas-dinas umum, adalah bebas dari meterai.

Pasal 23.

(1) Bila di tepi akta yang telah dibukukan harus disebutkan tentang akta lain, yang berhubungan derigan catatan sipil atau padanya harus diadakan beberapa catatan, hal itu dilakukan oleh pegawai catatan sipil dalam daftar-daftar yang berjalan atau yang disimpan dalam kantornya, dan oleh panitera pengadilan negeri, dalam daftar-daftar yang dipindahkan di kepaniteraan.

(2) Catatan-catatan ini oleh pegawai catatan sipil atau oleh panitera ditandatangani dengan menyebutkan hari dibuatnya hal itu.

(3) Pengawasan untuk pembukuan secara seragam ditugaskan kepada Kepala Pemerintahan Daerah yang kepadanya dalam sepuluh hari setelah pencatatan oleh pegawai catatan sipil atau panitera pengadilan negeri dikirimkam salinan yang sama bunyinya dengan aslinya.

(4) Tidak ada petikan-petikan dari daftar-daftar catatan sipil boleh diberikan, bila tidak dicantumkan catatan-catatan yang diadakan di tepi akta. (BS. 26.)

Pasal 24.

(1) Dengan saksi-saksi maupun dengan surat-surat dapat dibuktikan bahwa daftar-daftar catatan sipil tidak pernah ada, atau telah hilang, ataupun bahwa suatu akta yang telah dibukukan tidak ada pada itu.

(2) Dalam hal pemalsuan, pengubahan, penyobekan, pemusnahan atau penggelapan suatu akta catatan sipil, putusan hakim yang membuktikan kejahatan itu memberikan suatu petunjuk sah menurut hukum mengenai pemalsuan, penyobekan, pemusnahan atau penggelapan itu. (KUHPerd. 1918, 1921 dst.; BS. 27.)

Pasal 25.

Akta-akta catatan sipil dan catatan-catatan, yang harus terlaksana dalam daftar-daftar dibukukan secara cuma-cuma. (BS. 81.)

Pasal 26.

(1) (s.d.u. dg. S. 1933-327jo. 338.) Untuk pengeluaran petikan-petikan dari daftar-daftar catatan sipil terutang bea tujuh puluh lima sen.

(2) Petikan-petikan dati daftar-daftar catatan sipil dibeiikan secara cuma-cuma:

a. untuk kepentingan dinas umum;

b. kepada orang-orang yang tidak mampu, asalkan ketidakmampuan itu ternyata dari keterangan, di daerah luar Jawa dari kepala pemerintahan setempat dan di Jawa dan Madura dari bupati, atau dari keterangan dari mereka yang pada umumnya sebagai pegawai ditunjuk untuk memberikan keterangan-keterangan demikian dan di dalam surat-surat itu dinyatakan tentang ketidakmampuan mereka. (BS. 33.)

Bagian 2. Tanggung Jawab Pegawai-pegawai Dan Lain-lain Juru Simpan Catatan Sipil.

Pasal 27.

Pegawai-pegawai catatan sipil dan lain-lain juru simpan, masing-masing sejauh yang menyangkut urusannya, bertanggungjawab untuk menjaga keberesan dan penyimpanan daftar-daftar. Setiap perubahan, setiap pemalsuan dalam akta, setiap pembukuan atas lembar lepas, serta semua pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan-peraturan reglemen ini, dapat memberi dasar kepada pihak-pihak untuk menuntut ganti rugi terhadap orang-orang tersebut. (BS. 28.)

Pasal 28.

(1) Kepala kejaksaan pada pengadilan negeri berkewajiban untuk menyelidiki daftar-daftar yang dipindahkan kepada kepaniteraan dan surat-surat yang dilampirkan padanya, dan membuat berita acara mengenai pendapatnya, dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun. Mereka berwenang untuk melihat lembar rangkap duanya yang tidak disimpan pada kepaniteraan, namun tanpa diperbolehkan memindahkan atau menyuruh memindahkannya.

(2) Salinan-salinan berita acara yang diberi tanda tangan pengesahan yang dimaksud dalam pasal ini, dikirimkan dalam delapan hari setelah pembuatannya oleh para verbalisan kepada Kepala Pemerintahan Daerah. (BS. 29.)

Bagian 3. Akta-akta Kelahiran.

Pasal 29.

(s.d. u. dg. S. 1933-76jo. S. 1936-607.)

(1) Dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 37, pelaporan kelahiran harus dilakukan dalam waktu sepuluh hari setelah kelahiran, hari Minggu dan hari yang disamakan dengan itu tidak dihitung, dengan dihadiri oteh dua orang saksi kepada pegawai catatan sipil di daerah tempat anak itu dilahirkan.

(2) Dengan hari Minggu dalam hal ini disamakan hari Tahun Baru Eropa, hari Paskah Kristen kedua dan hari-hari Pantekosta, kedua hari Natal, hari Kenaikan Isa Almasih, hari Mi'raj Nabi Muhammad s.a.w., dua hari awal bulan Syawal menurut penanggalan Arab (Idul Fitri, Garebeg Puasa, Lebaran Puasa), Garebeg Besar (Lebaran Haji), hari Asyura dan Garebeg Maulud.

(3) Bila tempat kelahiran itu dipisahkan oleh laut dengan kantor pegawai catatan sipil laporannya dapat juga dilakukan kemudian. (BS. 37.)

Pasal 30.

Bila karena gangguan perhubungan antara tempat kelahiran dan kantor pegawai catatan sipil, laporan dalam waktu yang ditentukan dalam pasal yang l lalu kepada pegawai itu tidak mungkin jangka waktu itu dihitung berlaku mulai saat putusnya perhubungan itu.

Pasal 31.

(1) Pegawai akan membuat akta dari apa yang telah dilaporkan kepadanya, meskipun jangka waktu yang ditentukan untuk itu telah habis.

(2) Akan tetapi bila pelaporan dilakukan setelah lewat dua bulan setelah kelahiran, akta tidak dibuat, tidak perduli ada tidaknya ditentukan suatu jangka waktu tertentu untuk laporan.

(3) Pegawai berwenang, sebelum melakukan pembuatan akta, untuk datang ke tempat kelahiran dan meminta agar anak itu diperlihatkan kepadanya.

Pasal 32.

(s.d.u. dg. S. 1926-513.)

(1) Pelaporan kelahiran anak harus dilakukan oleh ayahnya, atau bila dia tidak ada atau terhalang, oleh para dokter, tabib, ahli kebidanan, bidan atau orang-orang lain, yang hadir pada waktu kelahiran, atau, bila ibu melahirkan di luar rumahnya, oleh orang yang di rumahnya telah dilahirkan anak itu.

(2) Bila kelahiran terjadi dalam rumah sakit atau dalam rumah penjara, laporan itu, bila ayahnya tidak ada, atau bila dia terhalang, harus dilakukan oleh kepala atau salah seorang pembantu lembaga tersebut. (BS. 39.)

Pasal 33.

(1) Akta kelahiran menyebutkan:

10. tahun, bulan, hari, jam dan tempat kelahiran;

20. jenis kelaminn dan nama-depan yang diberikan kepada anak itu

30. nama keturunan, nama depan, pekerjaan dan tempat tinggal para orang tua;

40. nama keturunan, nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal pelapor dan para saksi;

50. penyebutan apakah anak itu lahir dari perkawinan yang sah atau tidak.

(2) Pada penyebutan tahun, bulan dan hari, digunakan penanggalan Eropa (perhitungan waktu Gregorian). (BS. 40.)

Pasal 34.

(1). Bila anak itu dilahirkan di luar perkawinan, nama ayahnya tidak boleh disebutkan dalam akta, kecuali dia telah mengakui anak itu sesuai dengan hukum yang berlaku terhadapnya bila hukum itu mengenal pengakuan anak luar kawin.

(2) Laporan oleh ayahnya dianggap sebagai pengakuan, bila hal ini sesuai dengan hukum yang berlaku terhadapnya. (BS. 41.)

Pasal 35.

Bila pengakuan anak luar kawin terjadi setelah dibuat akta kelahirannya, pegawai catatan sipil, setelah diberitahukan kepadanya tentang pengakuan itu, segera mencatat hal itu pada tepi akta kelahiran, (BS. 53.)

Pasal 36.

Bila pengesahan anak luar kawin terjadi sesuai dengan hukum yang berlaku terhadap para orang tuanya, atas permohonan orang-orang yang berkepentingan pengesahan itu dicatat pada tepi akta kelabirannya. (BS. 53.)

Pasal 37.

(s.d.u. dg. S. 1933-76jo. S. 1936-607.) Tentang kelahiran anak di luar daerah berlakunya peraturan ini, yang para orang tuanya bertempat tinggal di daerah tersebut, dalam waktu dua bulan harus dilakukan pelaporan kepada pegawai catatan sipil yang dalam daerah jabatannya bertempat tinggal para orang tua itu.

Bagian 4. Nama nama.

(S. 1917-12, pasal 3, 10 dst.)

Pasal 38.

(1) Bila ayah, atau ibu bila hal ini mengenai anak luar kawin yang tidak diakui ayahnya - ibu anak itu yang tentang kelahirannya harus dibuatkan akta tidak menggunakan nama keturunan yang tetap, ayah ataupun ibu, untuk laporan akan mengambil nama yang sama yang dibukukan dalam daftar nama.

(2) Tentang pengambilan nama, pegawai catatan sipil diberitahukan oleh orang yang melaporkan kelahiran itu dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang sama seperti yang bertindak pada pelaporan kelahiran.

Pasal 39.

Pegawai catatan sipil meyakinkan diri di mana diperlukan, bahwa nama yang diberitahukan adalah nama yang dikehendaki oleh ayahnya atau ibunya.

Pasal 40.

(1) Gubernur Jenderal (kini: pemerintah) berwenang untuk melarang pembukuan nama depan atau nama keturunan, baik karena hal itu menurut pengertian-pengertian Indonesia menunukkan suatu pangkat atau gelar, atau berhubungan dengan pangkat atau gelar, ataupun karena sebab-sebab penting lain.

(2) Bila pegawai catatan sipil berpendapat, bahwa ada alasan untuk menerapkan ketentuan ayat yang lalu, ia segera memberitahukan kepada bupati mengenai hal itu, yang berwenang untuk memerintahkan pegawai itu untuk tidak membuat akta pengambilan nama atau akta kelahiran sampai mengenai hal itu diputuskan oleh Gubernur Jenderal.

(3) Dalam hal ini disampaikannya surat-surat itu kepada Kepala Pemerintahan Daerah, yang memohon keputusan Gubernur Jenderal.

(4) Bupati-bupati tidak boleh mengambil nama keturunan tanpa izin Gubernur Jenderal.

Pasal 41.

(1) Nama keturunan yang disebut dalam akta pengambilan nama ataupun dalam akta kelahiran, tidak boteh diubah tanpa ketetapan tertulis Gubernur Jenderal.

(2) Perubahannya, di mana perlu, dicatat dalam daftar nama dan dalam akta kelahiran si pemohon dan akta kelahiran anak-anaknya yang belum dewasa. (3) Perubahan nama keturunan tidak diberikan atas permohonan orang-orang yang masih di bawah umur, tidak pula diberikan hanya untuk kepentingan orang yang masih di bawah umur.

(4) Pengubaban nama depan oleh yang bersangkutan, bila ia masih di bawah umur, dibantu oleh wakilnya yang sah, diberitahukan kepada pegawai catatan sipil, dan dengan tidak mengurangi seperti yang dinyatakan dalam tiga ayat pertama pasal yang lalu, disebutkan pada tepi akta kelahiran yang bersangkutan. (S. 1927-564, kelima, di bawah judul peraturan ini.)

Bagian 5. Akta-akta Kematian.

Pasal 42.

(1) Laporan tentang kematian harus dilakukan paling lambat pada hari kesepuluh setelah kematian - hari Minggu dan hari-hari yang disamakan dengan itu tidak ikut dihitung - kepada pegawai catatan sipil yang di dalam daerah jabatannya orang itu meninggal.

Pasal 29 ayat (2) berlaku dalam hal ini.

Pegawai itu atas keterangan pelapor dan seorang saksi akan membuat akta kematian; ia berwenang bila dia menganggap perlu untuk lebih dahulu meyakinkan diri tentang kematian itu.

(2) Pasal 29 ayat (3), pasal 30 dan pasal 31 ayat (1) dan (2) berlaku disini. (BS. 65.)

Pasal 43.

(s. d. u. dg. S. 1926-513.) Untuk melaporkan kematian harus dilaksanakan para penghuni yang dewasa dari rumah tempat si mati meninggal dunia dan bila mereka tidak ada atau berhalangan dan demikian pula bila kematian itu tidak terjadi dalam suatu rumah, oleh kepala desa atau kepala kampung ataupun, di mana tidak diangkat kepala kampung, oleh kepala rukun tetangga.

Pasal 44.

(s.d.u. dg. S. 1933- 76jo. S. 1936-607.) Bila ternyata, bahwa orang yang meninggal dunia pernah mempunyai tempat tinggal di suatu tempat di daerah di mana peraturan ini berlaku, pegawai catatan sipil yang telah menerima laporan memberikan petikan dari daftar yang berisi akta kematian kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal yang diketahui terakhir orang yang meninggal, agar dibukukan juga dalam daftar-daftar di sana. Akta yang dibukukan secara de hanya ditandatangani oleh pegawai catatan sipil. Petikan yang diterima ditangani sesuai dengan yang ditentukan dalam pasal 21. (BS. 65.)

Pasal 45.

(1) Akta kematian berisi:

1o. nama keturunan, nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal orang yang meninggal dunia serta hari dan jam kematian;

2 o. nama keturunan dan nama depan suami atau istri atau istri-,istri, bila orang yang meninggal dunia itu telah kawin, ataupun duda atau janda;

3 o. nama keturunan, nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal orang yang melaporkan, dan saksi, serta bila mereka keluarga sedarah atau semenda, derajat kekeluargaannya;

(2) Akta-akta kematian selain itu berisi, selain hal itu mungkin, nama keturunan, nama depan, pekerjaan dan tempat tinggal para orang tua yang meninggal dunia itu, serta tempat kelahiran mereka. (BS. 67.)

Pasal 46.

(1) Pegawai catatan sipil tidak boleh membuat akta kematian dari seorang anak yang hidup belum sampai tiga hari penuh, kecuali bila telah ternyata kepadanya, bahwa dari kelahiran anak itu telah dibuatkan akta.

(2) Bila hal ini tidak ternyata, pegawai catatan sipil, yang dilapori, tidak holeh menyebutkan dalam akta bahwa anak itu telah meninggal dunia, melainkan hanya bahwa anak itu dilaporkan tidak bernyawa. Pegawai catatan sipil dalam hal demikian, bila ada keraguan mengenai kebenaran laporan, dapat meminta agar anak itu dipertihatkan kepadanya. Di samping itu, ia harus menerima keterangan pelapor dan saksi mengenai nama keturunan, nama depan, pekerjaan dan tempat tinggal para orang tua anak itu, dengan menunukkan tahun dan bulan, hari dan jam kelahiran anak itu.

(3) Akta itu akan dibukukan dalam daftar kematian sesuai dengan hari penandatanganan, tanpa ditambah keputusan mengenai hal-hal lain, apakah anak itu akan hidup atau mati. (BS. 68.)

Pasal 47.

(s.d.u. dg. S. 1933-76jo S. 1936-607.) Bila suatu kematian telah terjadi dalam rumah sakit sipil atau militer, ataupun suatu jenazah dimasukkan ke rumah sakit tersebut sebelum dimakamkan, kepala atau pengurusnya beserta salah seorang dokter yang bertugas atau perwira kesehatan, dalam hal mereka di samping kepalanya bertugas dalam rumah sakit itu, berkewajiban untuk dalam dua puluh empat jam memberikan laporan tertulis yang diatur menurut formulir, kepada pegawai catatan sipit, yarig akan membuat akta kematian. Akta itu hanya ditandatangani oleh pegawai catatan sipil. Laporan yang diterima akan ditangani sesuai dengan yang ditentukan dalam pasal 21. (BS. 71.)

Pasal 48.

Dalam hal kematian karena kekerasan, dilaksanakannya hukuman mati seseorang, atau kematian dalam rumah penjara, mengenai keadaan demikian oleh pegawai catatan sipil tidak disebutkan dalam akta. (BS. 75.)

Pasal 48a.

(s.d.t. dg. S. 1946-136.) Bila telah dibuktikan bahwa daftar-daftar kematian tidak pernah ada, bahwa hal itu telah hilang, bahwa sebuah akta yang dibukukan tidak ada, atau bahwa keadaan-keadaan khusus menghalangi pembukuan akta kematian, maka kematian itu dapat dibuktikan baik dengan saksi-saksi maupun dengan surat-surat.

Bagian 6. Perbaikan Akta Catatan Sipil Dan Penambahannya.

Pasal 49.

Bila di daerah di mana peraturan ini berlaku tidak pernah ada daftar, atau hal itu telah hilang, dipalsukan, diubah, disobek, dimusnahkan, digelapkan, atau dibuat cacat, bila ada akta-akta yang hilang, atau bila dalam akta yang telah dibukukan telah tedadi kekeliruan-kekeliruan, penghapusan-penghapusan atau kesalahan-kesalahan lain, maka hal itu menjadi dasar untuk penambahan atau perbaikan daftar-daftar. (KUHPerd. 13.)

Pasal 50.

Permohonan untuk itu hanya dapat disampaikan kepada pengadilan negeri yang di daerah hukumnya daftar-daftar itu berada atau seharusnya diselenggarakan, yang tanpa diperbolehkan naik banding, dan bila ada alasan-alasan, setelah mendengar pihak-pihak yang berkepentingan, akan mengamnbil keputusan. (KUHPerd. 14.)

Pasal 51.

Keputusan ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang memohon hal itu, atau yang telah dipanggil pada kesempatan itu. (KUHPerd. 15.)

Pasal 52.

Semua keputusan untuk perbaikan atau untuk penambahan akta-akta dibukukan oleh pegawai catatan sipil, segera setelah hal itu diperlihatkan, dalam daftar-daftar yarig sedang berjalan, dan dalam hal perbaikan, mengenai hal itu disebutkan pada tepi akta yang diperbaiki sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan ini. (KUHPerd. 16.)

K e t e n t u a n – k e t e n t u a n P e n u t u p

Pasal 53.

Di bawah pimpinan Kepala Pemerintahan Daerah, bupati-bupati ditugaskan mengawasi pegawai-pegawai catatan sipil di daerah jabatan mereka.

Pasal 54.

(s. d. u. dg. S. 1927-563.) Bila dalam peraturan ini diberikan wewenang-wewenang atau dibebankan kewajiban-kewajiban kepada bupati, maka di daerah-daerah kerajaan hal ini dijalankan atau dipenuhi oleh Kepala Pemerintahan Daerah.

Pasal 55.

Bila menurut ketentuan-ketentuan peraturan ini dalam suatu akta harus disebutkan nama keturunan dan nama depan dari seseorarig dan orang ini tidak mempunyai nama-nama itu, maka disebutkan nama yang biasa dikenal sebagai namanya.

Pasal 56.

Peraturan ini mulai berlaku pada saat yang ditentukan oleh Gubernur Jenderal (S. 1927-564; 1 Jan. 1928.)

Mengenai Komunitas Capil

Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia